Senin, 06 Agustus 2012

LP Asuhan Keperawatan Kebutuhan Nutrisi

Asuhan Keperawatan Kebutuhan Nutrisi

DEFINISI :
• Nutrisi adalah proses pengambilan zat-zat makanan penting (Nancy Nuwer
Konstantinides).
• Jumlah dari seluruh interaksi antara organisme dan makanan yang dikonsumsinya (Cristian dan Gregar 1985).
• Dengan kata lain nutrisi adalah apa yang manusia makan dan bagaimana tubuh menggunakannya.
Masyarakat memperoleh makanan atau nutrien esensial untuk pertumbuhan dan pertahanan dari seluruh jaringan tubuh dan menormalkan fungsi dari semua proses tubuh.
• Nutrien adalah zat kimia organik dan anorganik yang ditemukan dalam makanan dan diperoleh untuk penggunaan fungsi tubuh.

• Jenis-jenis Nutrien
1. Karbohidrat
Karbohidrat adalah komposisi yang terdiri dari elemen karbon, hidrogen dan oksigen.
Karbohidrat dibagi atas :
a. Karbohidrat sederhana (gula) ; bisa berupa monosakarida (molekul tunggal yang terdiri dari glukosa, fruktosa, dan galaktosa). Juga bisa berupa disakarida (molekul ganda), contoh sukrosa (glukosa + fruktosa), maltosa (glukosa + glukosa), laktosa (glukosa + galaktosa).
b. Karbohidrat kompleks (amilum) adalah polisakarida karena disusun banyak
molekul glukosa.
c. Serat adalah jenis karbohidrat yang diperoleh dari tumbuh-tumbuhan, tidak dapat dicerna oleh tubuh dengan sedikit atau tidak menghasilkan kalori tetapi dapat meningkatkan volume feces.

2. Lemak
Lemak merupakan sumber energi yang dipadatkan. Lemak dan minyak terdiri atas gabungan gliserol dengan asam-asam lemak.
Fungsi lemak :
1. sebagai sumber energi ; merupakan sumber energi yang dipadatkan dengan mem berika n
9 kal/gr.
2. Ikut serta membangun jaringan tubuh.
3. Perlindungan.
4. Penyekatan/isolasi, lemak akan mencegah kehilangan panas dari tubuh.
5. Perasaan kenyang, lemak dapat menunda waktu pengosongan lambung dan mencegah timbul rasa lapar kembali segera setelah makan.
6. Vitamin larut dalam lemak.

3. Protein
Protein merupakan konstituen penting pada semua sel, jenis nutrien ini berupa struktur nutrien kompleks yang terdiri dari asam-asam amino. Protein akan dihidrolisis oleh enzim-enzim proteolitik. Untuk melepaskan asam-asam amino yang kemudian akan diserap oleh usus.
Fungsi protein :
• Protein menggantikan protein yang hilang selama proses metabolisme yang normal dan proses pengausan yang normal.
• Protein menghasilkan jaringan baru.
• Protein diperlukan dalam pembuatan protein-protein yang baru dengan fungsi khusus dalam tubuh yaitu enzim, hormon dan haemoglobin.
• Protein sebagai sumber energi.

4. Vitamin
Vitamin adalah bahan organic yang tidak dapat dibentuk oleh tubuh dan
berfungsi sebagai katalisator proses metabolisme tubuh.
Ada 2 jenis vitamin :
• Vitamin larut lemak yaitu vitamin A, D, E, K.
• Vitamin larut air yaitu vitamin B dan C (tidak disimpan dalam tubuh jadi harus ada didalam diet setiap harinya).

5. Mineral dan Air
Mineral merupakan unsure esensial bagi fungsi normal sebagian enzim, dan sangat penting dalam pengendalian system cairan tubuh. Mineral merupakan konstituen esensial pada jaringan lunak, cairan dan rangka. Rangka mengandung sebagian besar mineral. Tubuh tidak dapat mensintesis sehingga harus disediakan lewat makanan.
Tiga fungsi mineral :
1. Konstituen tulang dan gigi ; contoh : calsium, magnesium, fosfor.
2. Pembentukan garam-garam yang larut dan mengendalikan komposisi cairan tubuh ; contoh Na, Cl (ekstraseluler), K, Mg, P (intraseluler).
3. Bahan dasar enzim dan protein.
Malnutrisi
Kekurangan intake dari zat-zat makanan terutama protein dan karbohidrat. Dapat mempengaruhi pertumbuhan, perkembngan dan kognisi serta dapat memperlambat proses penyembuhan.
Tipe-tipe malnutrisi :
• Defisiensi Nutrien ; contoh : kurang makan buah dan sayur menyebabkan kekurangan vitamin C yang dapat mengakibatkan perdarahan pada gusi.
• Marasmus ; kekurangan protein dan kalori sehingga terjadinya pembongkaran lemak tubuh dan otot. Gambaran klinis : atropi otot, menghilangnya lapisan lemak subkutan, kelambatan pertumbuhan, perut buncit, sangat kurus seperti tulang dibungkus kulit.
• Kwashiorkor ; kekurangan protein karena diet yang kurang protein atau disebabkan karena protein yang hilang secara fisiologis (misalnya keadaan cidera dan infeksi). Ciri-cirinya : lemah, apatis, hati membesar, BB turun, atropi otot, anemia ringan, perubahan pigmentasi pada kulit dan rambut.

EFEK MALNUTRISI TERHADAP SISTEM TUBUH
No. SISTEM EFEK
1. Neurologis/temperatur regulasi Menurunkan metabolisme dan suhu basal
tubuh.
2. Status mental Apatis, depresi, mudah terangsang,
penurunan fungsi kognitif, kesulitan
pengambilan keputusan.
3. Sistem imun
Produksi sel darah putih Resiko terhadap penyakit infeksi bila leukosit turun.
4. Muskuloskeletal Penurunan massa otot, terganggunya
kordinasi dan ketangkasan.
5. Kardiovaskuler Gangguan irama jantung, atropi jantung,
pompa jantung turun.
6. Respiratori Atropi otot pernafasan, pneumonia.
7. Gastrointestinal Penurunan massa feces, penurunan enzim pencernaan, penurunan proses absorbsi, mempersingkat waktu transit, meningkatkan
pertumbuhan bakteri, diare, mengurangi
peristaltik.
8. Sistem urinaria Atropi ginjal, mengubah filtrasi dan
keseimbangan cairan dan elektrolit.
9. Sistem hati dan empedu Mengurangi penyimpanan glukosa,
mengurangi produksi glukosa dari asam
amino, mengurangi sintesa protein.

Perencanaan Makanan
Hidangan makanan umumnya direncanakan untuk memberikan campuran berbagai jenis makanan yang sesuai dengan selera tetapi pengetahuan gizi harus diterjemahkan dalam hal-hal praktis tersebut.
Pedoman diet dapat diwujudkan dalam cara-cara berikut ini :
• Makanlah berbagai ragam makanan. Cara ini akan menjamin bahwa diet anda mengandung semua nutrien dalam jumlah yang memadai.
• Mengurangi konsumsi gula.
• Meningkatkan kandungan serat dan pati dalam diet dengan makanan lebih banyak beras tumbuk, kentang, sayur dan buah-buahan.
• Mengurangi kandungan garam dalam diet dengan mengurangi makanan hasil olahan dan tidak membubuhkan bumbu secara berlebihan.
• Mengurangi konsumsi lemak dengan mengurangi makan mentega, menggantikan cara menggoreng dengan membakar atau merebus.
Kebutuhan Nutrisi Berdasarkan Tingkat perkembangan
Makanan Bayi
ASI merupakan makanan ideal bagi bayi berusia 1-2 tahun hingga usia 4 bulan bayi hanya perlu ASI sebagai makanan satu-satunya dan setelah itu ASI diberi bersama¬sama makanan mereka. 4-12 bulan mulai dikenalkan dengan makanan padat. 8 bulan ke atas mulai bisa memakan makanan orang dewasa.

DAFTAR MAKANAN 6-12 BULAN
4-7 BULAN 6-8 BULAN 7-10 BULAN 10-12 BULAN
Susu ASI atau susu formula. ASI atau susu formula. ASI atau susu formula. ASI atau susu formula.
Sereal dan roti Sereal
dicampur dengan susu. Dilanjutkan dengan roti
dan sereal
lainnya. Dilanjutkan dengan sereal
lainnya. Dilanjutkan dengan sereal
bayi sampai 18 bulan.
Buah dan
sayur dijus - Mulai dengan
jus 1
mangkok, memenuhi kebutuhan vitamin C.
Lu n a k. 1 mangkok
jus, buah
lunak dan
sayur yang
dimasak. Sayur dan
buah bisa diberikan 4 kali sehari
termasuk jus.
Daging dan sumber protein lain. - - Daging giling
dan daging
yang dipotong,
daging sapi,
telur, ikan,
kaca n g,
polong¬polongan,
kej u. Daging ataupun protein diberikan 2 kali sehari.

Toodler dan Preschool
Rata-rata anak-anak toddler atau preschool umumnya membutuhkan :
• Susu ; 2 atau 3 kali dalam 1 hari. Dalam I kali minum kira-kira '/2 - ~ gelas.
• Daging ; 2 kali atau lebih dalam 1 hari.
• Sereal dan roti ; 4 kali atau lebih dalam 1 hari.1 kali pemberian kira-kira '/2-1 potong roti atau '/2 - ~ gelas bubur.
• Sayur dan buah-buahan ; 4 kali atau lebih dalam 1 hari. Itu meliputi sekurang-kurangnya 1 kali atau lebih pemberian jeruk dan 1 kali pemberian sayuran hijau/kuning.
Anak Sekolah
Anak sekolah membutuhkan jumlah yang sama dengan penyediaan makanan dasar yang dibutuhkan oleh anak usia preschool. Tapi kebutuhan lebih banyak dari anak preschool.
Contoh :
Susu satu gelas, daging 6-8 potong, sayur 1/3 - 1/2 gelas, roti 1 - 2 iris, sereal '/2 - 1 mangkok.
Adolesence
Remaja membutuhkan energi untuk kebutuhan mereka dan didalam makanannya membutuhkan susu, daging, sayuran hijau dan kuning. Orang tua dianjurkan memberikan sayur dan buah.

Dewasa Muda
Harus terjadi keseimbangan antara intake makanan dengan jumlah kalori yang keluar, khususnya pada wanita hamil dan menyusui.
Wanita hamil dan menyusui membutuhkan :
• Protein
• Calsium dan fosfor
• Magnesium 150 mg/hari
• Besi
• Iodine 175 mg/hari
• Seng 5 mg lebih banyak dari kebutuhan seharinya untuk pembentukan jaringan baru.
Midle Age Adult (Dewasa Tengah)
Intake kalori perlu dikurangi karena penurunan BMR, pertumbuhan sudah lengkap dan aktivitas berkurang. Penurunan intake bertujuan mencegah obesitas. Mereka sebaiknya berhati-hati dalam memilih makanan. Makanan yang dianjurkan makanan rendah lemak, unggas, ikan, kacang, dan telur hanya boleh 3 kali seminggu.
Sayur, buah, sereal dan roti kasar dapat memenuhi kebutuhan serat dan protein.
Manula
Terjadi perubahan fisiologis seperti : kurangnya gigi, kurangnya kemampuan merasa dan mencium yang dapat berpengaruh pada kebiasaan makanan. Perubahan fisiologis lainnya
• Penurunan sekresi empedu dan asam lambung
• Penurunan peristaltik
• Berkurangnya sirkulasi
• Menurunkan toleransi glukosa
• Menurunkan massa tulang
• BB turun
Pedoman nutrisi untuk manula menurut Raab dan Raab
1. Mengurangi konsumsi lemak dengan minum susu rendah lemak, memakan lebih banyak unggas-unggasan dan ikan dari pada daging merah. Batas porsi daging adalah 4-6 ons perhari. Tambahan lemak yang terbatas dari butter, margarin, dan salad berminyak.
2. Konsumsi makan penutup seperti buah segar atau kalengan, puding yang dibuat dari susu rendah lemak lebih baik dari pada mengkonsumsi pie, biscuit, cake atau es krim.
3. Yakinkan bahwa intake daging, unggas, ikan, telur dan keju cukup, karena konsumsi makanan ini berkurang pada manula.
4. Karena toleransi glukosa menurunkan konsumsi karbohidrat komplek seperti roti, sereal, beras, pasta, kentang dan kacang-kacangan lebih baik dari makanan yang banyak mengandung gula.
5. Mengkonsumsi sekitar 800 mg kalsium untuk mencegah kerapuhan tulang. Susu dan produk-produknya seperti keju, yoghurt, sup krim, puding susu, produk susu yang dibekukan adalah sumber kalsium yang utama.
6. Cukup konsumsi vitamin D untuk mempertahankan keseimbangan kalsium. Didapatkan dari susu. Bila susu dan produknya tidak dapat mentoleransi defesiensi laktosa, suplemen vitamin D bisa diberikan.
7. Diet rendah garam pada manula yang menderita hipertensi dan penyakit kardiovaskuler. Hindari sup kalengan, kecap, mustar, garam, rokok dan lain-lain.
8. Penggunaan aspirin dapat menurunkan intake daging dan kebutuhan zat besi akan meningkat.
9. Kesulitan mengunyah buah-buahan dan sayur-sayuran dapat menyebabkan defesiensi vitamin A dan C, mineral dan serat. Buah dan sayur yang dipotong, sayur berdaun hijau lebih baik. Dan mengganti daging, unggas, ikan yang susah dikunyah.
10. Memperbanyak konsumsi makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi dan mengurangi penggunaan zat-zat laxatif.
Makanan sebaiknya :
1. Menarik, warna lebih ditonjolkan untuk menimbulkan selera makan.
2. Memasak makanan dengan baik, agar mudah dikunyah oleh gusi.
3. Menyedikan zat-zat makanan yang penting, baru kemudian yang
bergula/karbohidrat.
4. Tidak menyediakan teh, kopi pada sore dan malam hari yang dapat membuat insomnia

PENILAIAN
Penilaian status gizi, perawat menggunakan ‘ABCD’ (Anthropometric Biokimia Clinical sign Dietary history).
Pengukuran Anthropometrik
Mengukur besar dan komposisi tubuh. Efektif untuk mengetahui status protein dan kalori. Meliputi pengukuran TB, BB, lipatan kulit dan lingkar lengan.
1. Lingkar pertengahan lengan atas
Untuk mengetahui massa otot lengan bawah horizontal, rileks (diletakkan pada paha). Diambil garis tengah antara processus acromion (bahu) dengan processus olecranon pada siku.
2. Lipatan kulit trisep
Indikasi lemak tubuh dan penyimpanan energi. Lipatan kulit terdiri dari jaringan subkutan, tidak di bawah otot. Ditentukan titik tengah lengan atas bagian belakang, ditarik lurus sejajar dengan tulang humerus. Diletakkan alat ukur (kaliper) di bawah jari yang mencubit, baru diukur.
3. Lingkar otot lengan
Indikasi indeks protein tubuh. Lingkar otot lengan sama dengan lingkar pertenghan lengan atas (mm) - (3,14 x lipatan kulit trisep (mm).
Data Biokimia
Deteksi malnutrisi subklinis. Sampel urin dan darah dapat dibuat untuk mengukur nutrien atau metabolit (produk akhir enzim). Yang sering digunakan sekarang adalah
• Indikator Hb dan Hematokrit
Hb turun " kekurangan Fe, anemia.
Hematokrit meningkat " dehidrasi.
• Albumin Serum
Merupakan 50% total serum protein untuk keseimbangan cairan dan elektrolit, transpor nutrien, hormon dan obat-obatan. Albumin berguna sebagai indikator kekurangan protein yang berat. Karena dalam tubuh kita banyak albumin. Kerusakannya berlangsung lambat dan perubahan konsentrasinya juga lambat. Kondisi yang mengakibatkan kekurangan albumin seperti penyakit hati, kerusakan ginjal lanjut, infeksi, kanker, gangguan absorbsi. Di sini tingkat serum albumin hanya digunakan sebagai suatu indikator beberapa protein tertentu.
• Transferin
Adalah protin darah yang membawa besi dan mentranspornya ke seluruh tubuh. Jumlah transferin adalah indikator yang paling sensitif untuk menentukan kekurangan protein dari serum albumin karena transferin merespon lebih cepat terhadap perubahan intake protein dan sedikit dalam tubuh. Transferin banyak diproduksi dalam hati. Jumah transferin yang meningkat bila penyimpanan besi rendah. Jumlah transferin menurun bila penyimpanan besi berlebih. Kondisi yang menurunkan jumlah transferin : penyakit hati, penyakit ginjal lanjut dan luka bakar. Karena banyak laboratorium tidak mempunyai peralatan untuk memeriksa transferin, secara langsung, perkiraan jumlah transferin klien dilakukan dengan Total Iron-Binding Capacity (TIBC). Tes TIBC lebih banyak digunakan karena lebih sensitif.
• Menghitung total Limfosit
Kurang kalori protein dan defesiensi nutrisi yang serius dapat menekan sistem imun. Limfosit total berkurang karena terjadi penurunan protein.
• Keseimbangan Nitrogen
Digunakan untuk memperkirakan derajat protein yang sedang digunakan dan diubah dalam tubuh. Tes untuk mengukur nitrogen adalah : Blood Urea Nitrogen (BUN), Urine Urea Nitrogen (UUN). Untuk itu diperlukan pengumpulan urin 24 jam. Urea adalah produk akhir utama metabolisme protein dan asam amino. Terbentuk dari detoksifikasi amonia oleh hati dan ditranspor ke ginjal untuk diekskresi melalui urin. Konsentrasi urea di darah dan urin, langsung dipengaruhi oleh intake dan kekurangan jumlah protein dalam tubuh, produksi rata-rata urea di hati dan rata-rata bersihan urea di ginjal. Peningkatan BUN mungkin disebabkan untuk kelebihan intake protein, dehidrasi berat, sakit parah dan malnutrisi, tetapi juga dapat disebabkan ekskresi urea yang tidak adekuat berhubungan dengan penyakit ginjal atau obstruksi urinary. Penurunan BUN dapat disebabkan oleh rendahnya protein dalam diet. Peningkatan UUN dapat terjadi karena kelaparan berat.
• Ekskresi Kreatinin
Kreatinin adalah hasil akhir dari pembentukan kreatinin saat energi dilepaskan dari fosfokreatin, penyimpanan energi selama metabolisme otot rangka. Rata-rata pembentukkan kreatinin berbanding langsung dengan total massa otot. Kreatinin dibersihkan dari aliran darah oleh ginjal dan diekskresi di urin sebanding dengan pembentukannya. Ekskresi kreatinin dikarenakan juga oleh refleks total massa otot. Pada atropi otot rangka karena malnutrisi dapat menurunkan ekskresi kreatinin. Pengukuran kreatinin urin dengan pengumpulan urin 24 jam. Standar ekskresi kreatinin dipengaruhi oleh jenis kelamin dan TB. Standar ekskresi kreatinin ini digunakan dengan pengukuran kreatinin untuk menentukan Creatinin Height Index (CHI) dalam persen. Contoh : CHI = 70 % artinya massa otot rangka klien kira-kira 70 % diharapkan pada orang dengan ukuran tubuh yang sama.

Clinical Sign / Gejala klinis

1.Rambut Mengkilat, tidak kering /Berminyak, kering, kusam,jarang
2.Kulit Halus, lembab, turgor baik Kering, berminyak, ruam,kasar, bersisik, memar /pecah-pecah
3.Mata Cemerlang, bersih Kering, merah
4.Lidah Pink, basah Merah terbelah-belah,ben g ka k
5.Membran mukosa Pink, merah, basah Merah, kering, retak
6.Kardiovaskuler HR dan TD normal, irama jantung teratur HR dan TD naik, irama jantung tidak teratur
7.Otot Pertumbuhan baik, kuat, tonus baik, lemak di bawah kulit (+) Tonus buruk, gangguan tingkat perkembangan
8.Gastrointestinal Nafsu makan baik, eliminasi teratur dan normal Manifestasi anoreksia, ketidakmampuan mencerna, diare, konstipasi
9.Tenaga Semangat, energik, dapat tidur dengan baik Energi menurun, lelah,apatis, kurng tidur
10.Neurologi Refleks normal, waspada,perhatian (+), emosi stabil Refleks menurun, mudah marah, perhatian menurun,bingung, emosi labil
11.BB Normal ; BB, TB seimbang sesuai usia > BB / <>

Dietary History (latar belakang diet)
Umumnya terdiri dari data tentang pola dan kebiasaan makan, pemilihan makanan, pembatasan-pembatasan, intake cairan setiap hari, penggunaan suplemen vitamin dan mineral termasuk masalah diet seperti kesulitan mengunyah / meneguk, aktivitas fisik , riwayat kesehatan dan cara penyediaan / pengolahan makanan untuk memperoleh data tentang pola dan kebiasaan makanan, digunakan tipe diet selama 24 jam secara detail intake makanan lebih dari 3 kali sehari dalam satu minggu. Dokumen-dokumen tentang diet ini perawat dan klien dapat membandingkan daftar makanan dengan standar RDA atau dengan menentukan apakah klien dapat menerima diet nutrisi seimbang. Perawat mendapatkan sudut pandang klien dari status nutrisinya.

DAFTAR PUSTAKA
Fundamental Of Nursing, Carol Taylor Et All, 1997, Lippincott Raven Washington.
Fundamental Of Nursing, Concepts Process & Practice, Patricia A. Potter Et All. Third Edition, 1992, Mosby Year Book Washington.
Medical Surgical Nursing, Critical Thinking In Client Care, Priscilla Lemone, 1996. Addisson Wesley Nursing
Manual Of Nursing Practice, Sandra M. Nettina, 6 Th Edition, 1996 , Lippinciott Raven Publishers.
Nutrition Hand Book For Nursing Practice, Third Edition, Susan G. Dudek, 1997, Eashington Square Philadelphia

GAGAL GINJAL

Gagal Ginjal Akut

Pengertian

Adalah penurunan tiba-tiba faal ginjal pada individu dengan ginjal sehat sebelumnya, dengan atau tanpa oliguria dan berakibat azotemia progresif disertai kenaikan ureum dan kreatinin darah( Imam Parsoedi A dan Ag. Soewito :Ilmu Penyakit dalam Jilid II;91 )

Askep Gagal Ginjal Akut


Klasifikasi

1. Gagal Ginjal Akut Prerenal

2. Gagal Ginjal Akut Post Renal

3. Gagal Ginjal Akut Renal


Gagal Ginjal Akut Prerenal

Gagal Ginjal akut Prerenal adalah keadaan yang paling ringan yang dengan cepat dapat reversibel, bila ferfusi ginjal segera diperbaiki. GGA. Prerenal merupakan kelainan fungsional, tanpa adanya kelainan histologik/morfologik pada nefron. Namun bila hipoperfusi ginjal tidaksegera diperbaiki, akan menimbulkan terjadinya nekrosis tubulat akut (NTA).

Etiologi

1. Penurunan Volume vaskular :
* Kehilangan darah/plasma karena perdarahan,luka bakar.
* Kehilangan cairan ekstraselular karena muntah, diare.

2. Kenaikan kapasitas vaskular
* sepsis
* Blokade ganglion
* Reaksi anafilaksis.

3. Penurunan curah jantung/kegagalan pompa jantung
* renjatan kardiogenik
* Payah jantung kongesti
* Tamponade jantung
* Distritmia
* Emboli paru
* Infark jantung.


Gagal Ginjal Akut Posrenal

GGA posrenal adalah suatu keadaan dimana pembentukan urin cukup, namun alirannya dalam saluran kemih terhambat. Penyebab tersering adalah obstruksi, meskipun dapat juga karena ekstravasasi

Etiologi

1. Obstruksi
* Saluran kecing : batu, pembekuan darah, tumor, kristal dll.
* Tubuli ginjal : Kristal, pigmen, protein (mieloma).

2. Ektravasasi.


Gagal Ginjal Akut Renal

1. GGA renal sebagai akibat penyakit ginjal primer seperti :
* Glomerulonefritis
* Nefrosklerosis
* Penyakit kolagen
* Angitis hipersensitif
* Nefritis interstitialis akut karena obat, kimia, atau kuman.

2. Nefrosis Tubuler Akut ( NTA )
Nefropati vasomotorik akut terjadi karena iskemia ginjal sebagai kelanjutan GGA. Prerenal atau pengaruh bahan nefrotoksik.Bila iskemia ginjal sangat berat dan berlangsung lama dapat mengakibatkan terjadinya nekrosis kortikol akut( NKA) dimana lesi pada umumnya difus pada seluruh korteks yang besifat reversibel.Bila lesinya tidak difus (patchy) ada kemungkinan reversibel.


Pemeriksaan Laboratorium

1. Darah : ureum, kreatinin, elektrolit, serta osmolaritas.
2. Urin : ureum, kreatinin, elektrolit, osmolaritas, dan berat jenis.
3. Kenaikan sisa metabolisme proteinureum kreatinin dan asam urat.
4. Gangguan keseimbangan asam basa : asidosis metabolik.
5. Gangguan keseimbangan elektrolit : hiperkalemia, hipernatremia atau hiponatremia, hipokalsemia dan hiperfosfatemia.
6. Volume urine biasanya kurang dari 400 ml/24 jam yang terjadi dalam 24 jam setelah ginjal rusak.
7. Warna urine : kotor, sedimen kecoklatan menunjukan adanya darah, Hb, Mioglobin, porfirin.
8. Berat jenis urine : kurang dari 1,020 menunjukan penyakit ginjal, contoh : glomerulonefritis, piolonefritis dengan kehilangan kemampuan untuk memekatkan; menetap pada 1,010menunjukan kerusakan ginjal berat.
9. PH. Urine : lebih dari 7 ditemukan pada ISK., nekrosis tubular ginjal, dan gagal ginjal kronik.
10. Osmolaritas urine : kurang dari 350 mOsm/kg menunjukan kerusakan ginjal, dan ratio urine/serum sering 1:1.
11. Klierens kreatinin urine : mungkin secara bermakna menurun sebelum BUN dan kreatinin serum menunjukan peningkatan bermakna.
12. Natrium Urine : Biasanya menurun tetapi dapat lebih dari 40 mEq/L bila ginjal tidak mampu mengabsorbsi natrium.
13. Bikarbonat urine : Meningkat bila ada asidosis metabolik.
14. SDM urine : mungkin ada karena infeksi, batu, trauma, tumor, atau peningkatan GF.
15. Protein : protenuria derajat tinggi (3-4+) sangat menunjukan kerusakan glomerulus bila SDM dan warna tambahan juga ada. Proteinuria derajat rendah (1-2+) dan SDM menunjukan infeksi atau nefritis interstisial. Pada NTA biasanya ada proteinuria minimal.
16. Warna tambahan : Biasanya tanpa penyakit ginjal ataui infeksi. Warna tambahan selular dengan pigmen kecoklatan dan sejumlah sel epitel tubular ginjal terdiagnostik pada NTA. Tambahan warna merah diduga nefritis glomular.


Darah

1. Hb. : menurun pada adanya anemia.
2. SDM. : Sering menurun mengikuti peningkatan kerapuhan/penurunan hidup.
3. PH : Asidosis metabolik (kurang dari 7,2) dapat terjadi karena penurunan kemampuan ginjal untuk mengeksresikan hidrogen dan hasil akhir metabolisme.
4. BUN/Kreatinin : biasanya meningkat pada proporsi ratio 10:1
5. Osmolaritas serum : lebih beras dari 285 mOsm/kg; sering sama dengan urine.
6. Kalium : meningkat sehubungan dengan retensi seiring dengan perpindahan selular ( asidosis) atau pengeluaran jaringan (hemolisis sel darah merah).
7. Natrium : Biasanya meningkat tetapi dengan bervariasi.
8. Ph; kalium, dan bikarbonat menurun.
9. Klorida, fosfat dan magnesium meningkat.
10. Protein : penurunan pada kadar serum dapat menunjukan kehilangan protein melalui urine, perpindahan cairan, penurunan pemasukan, dan penurunan sintesis,karena kekurangan asam amino esensial
11. CT.Scan

12. MRI

13. EKG mungkin abnormal menunjukan ketidakseimbangan elektrolit dan asam/basa.

LP ASKEP Meningitis

Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Meningitis

Meningitis

A. Pengertian

Meningitis adalah radang pada meningen (membran yang mengelilingi otak dan medula spinalis) dan disebabkan oleh virus, bakteri atau organ-organ jamur(Smeltzer, 2001).

Meningitis merupakan infeksi akut dari meninges, biasanya ditimbulkan oleh salah satu dari mikroorganisme pneumokok, Meningokok, Stafilokok, Streptokok, Hemophilus influenza dan bahan aseptis (virus) (Long, 1996).

Meningitis adalah peradangan pada selaput meningen, cairan serebrospinal dan spinal column yang menyebabkan proses infeksi pada sistem saraf pusat (Suriadi & Rita, 2001).

B. Etiologi

1. Bakteri : Mycobacterium tuberculosa, Diplococcus pneumoniae (pneumokok), Neisseria meningitis (meningokok), Streptococus haemolyticuss, Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Peudomonas aeruginosa.
2. Penyebab lainnya lues, Virus, Toxoplasma gondhii dan Ricketsia.
3. Faktor predisposisi : jenis kelamin lakilaki lebih sering dibandingkan dengan wanita.
4. Faktor maternal : ruptur membran fetal, infeksi maternal pada minggu terakhir kehamilan.
5. Faktor imunologi : defisiensi mekanisme imun, defisiensi imunoglobulin.
6. Kelainan sistem saraf pusat, pembedahan atau injury yang berhubungan dengan sistem persarafan.


C. Klasifikasi

Meningitis dibagi menjadi 2 golongan berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan otak, yaitu :

1. Meningitis serosa
Adalah radang selaput otak araknoid dan piameter yang disertai cairan otak yang jernih. Penyebab terseringnya adalah Mycobacterium tuberculosa. Penyebab lainnya lues, Virus, Toxoplasma gondhii dan Ricketsia.

2. Meningitis purulenta
Adalah radang bernanah arakhnoid dan piameter yang meliputi otak dan medula spinalis. Penyebabnya antara lain : Diplococcus pneumoniae (pneumokok), Neisseria meningitis (meningokok), Streptococus haemolyticuss, Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Peudomonas aeruginosa.


D. Patofisiologi

Meningitis bakteri dimulai sebagai infeksi dari oroaring dan diikuti dengan septikemia, yang menyebar ke meningen otak dan medula spinalis bagian atas.

Faktor predisposisi mencakup infeksi jalan nafas bagian atas, otitis media, mastoiditis, anemia sel sabit dan hemoglobinopatis lain, prosedur bedah saraf baru, trauma kepala dan pengaruh imunologis. Saluran vena yang melalui nasofaring posterior, telinga bagian tengah dan saluran mastoid menuju otak dan dekat saluran vena-vena meningen; semuanya ini penghubung yang menyokong perkembangan bakteri.

Organisme masuk ke dalam aliran darah dan menyebabkan reaksi radang di dalam meningen dan di bawah korteks, yang dapat menyebabkan trombus dan penurunan aliran darah serebral. Jaringan serebral mengalami gangguan metabolisme akibat eksudat meningen, vaskulitis dan hipoperfusi. Eksudat purulen dapat menyebar sampai dasar otak dan medula spinalis. Radang juga menyebar ke dinding membran ventrikel serebral. Meningitis bakteri dihubungkan dengan perubahan fisiologis intrakranial, yang terdiri dari peningkatan permeabilitas pada darah, daerah pertahanan otak (barier oak), edema serebral dan peningkatan TIK.

Pada infeksi akut pasien meninggal akibat toksin bakteri sebelum terjadi meningitis. Infeksi terbanyak dari pasien ini dengan kerusakan adrenal, kolaps sirkulasi dan dihubungkan dengan meluasnya hemoragi (pada sindromWaterhouse-Friderichssen) sebagai akibat terjadinya kerusakan endotel dan nekrosis pembuluh darah yang disebabkan oleh meningokokus.

E. Manifestasi klinis

Gejala meningitis diakibatkan dari infeksi dan peningkatan TIK :

1. Sakit kepala dan demam (gejala awal yang sering)
2. Perubahan pada tingkat kesadaran dapat terjadi letargik, tidak responsif, dan koma.
3. Iritasi meningen mengakibatkan sejumlah tanda sbb :
* Rigiditas nukal (kaku leher). Upaya untuk fleksi kepala mengalami kesukaran karena adanya spasme otot-otot leher.
* Tanda kernik positip: ketika pasien dibaringkan dengan paha dalam keadan fleksi kearah abdomen, kaki tidak dapat di ekstensikan sempurna.
* Tanda brudzinki : bila leher pasien di fleksikan maka dihasilkan fleksi lutut dan pinggul. Bila dilakukan fleksi pasif pada ekstremitas bawah pada salah satu sisi maka gerakan yang sama terlihat peda sisi ektremita yang berlawanan.
4. Mengalami foto fobia, atau sensitif yang berlebihan pada cahaya.
5. Kejang akibat area fokal kortikal yang peka dan peningkatan TIK akibat eksudat purulen dan edema serebral dengan tanda-tanda perubahan karakteristik tanda-tanda vital(melebarnya tekanan pulsa dan bradikardi), pernafasan tidak teratur, sakit kepala, muntah dan penurunan tingkat kesadaran.
6. Adanya ruam merupakan ciri menyolok pada meningitis meningokokal.
7. Infeksi fulminating dengan tanda-tanda septikimia : demam tinggi tiba-tiba muncul, lesi purpura yang menyebar, syok dan tanda koagulopati intravaskuler diseminata.


F. Pemeriksaan Diagnostik

1. Analisis CSS dari fungsi lumbal :
* Meningitis bakterial : tekanan meningkat, cairan keruh/berkabut, jumlah sel darah putih dan protein meningkat glukosa meningkat, kultur positip terhadap beberapa jenis bakteri.
* Meningitis virus : tekanan bervariasi, cairan CSS biasanya jernih, sel darah putih meningkat, glukosa dan protein biasanya normal, kultur biasanya negatif, kultur virus biasanya dengan prosedur khusus.
2. Glukosa serum : meningkat (meningitis)
3. LDH serum : meningkat (meningitis bakteri)
4. Sel darah putih : sedikit meningkat dengan peningkatan neutrofil (infeksi bakteri)
5. Elektrolit darah : Abnormal.
6. Kultur darah/ hidung/ tenggorokan/ urine : dapat mengindikasikan daerah pusat infeksi atau mengindikasikan tipe penyebab infeksi.
7. MRI/ skan CT : dapat membantu dalam melokalisasi lesi, melihat ukuran/letak ventrikel; hematom daerah serebral, hemoragik atau tumor.
8. Rontgen dada/kepala/ sinus ; mungkin ada indikasi sumber infeksi intra kranial.


G. Komplikasi

1. Hidrosefalus obstruktif
2. MeningococcL Septicemia (mengingocemia)
3. Sindrome water-friderichen (septik syok, DIC,perdarahan adrenal bilateral)
4. SIADH (Syndrome Inappropriate Antidiuretic hormone)
5. Efusi subdural
6. Kejang
7. Edema dan herniasi serebral
8. Cerebral palsy
9. Gangguan mental
10. Gangguan belajar
11. Attention deficit disorder.


Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Meningitis

A. Pengkajian

1. Biodata klien.

2. Riwayat kesehatan yang lalu
* Apakah pernah menderita penyait ISPA dan TBC ?
* Apakah pernah jatuh atau trauma kepala ?
* Pernahkah operasi daerah kepala ?

3. Riwayat kesehatan sekarang
* Aktivitas
Gejala : Perasaan tidak enak (malaise). Tanda : ataksia, kelumpuhan, gerakan involunter.
* Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat kardiopatologi : endokarditis dan PJK. Tanda : tekanan darah meningkat, nadi menurun, dan tekanan nadi berat, taikardi, disritmia.
* Eliminasi
Tanda : Inkontinensi dan atau retensi.
* Makanan/cairan
Gejala : Kehilangan nafsu makan, sulit menelan. Tanda : anoreksia, muntah, turgor kulit jelek dan membran mukosa kering.
* Higiene
Tanda : Ketergantungan terhadap semua kebutuhan perawatan diri.
* Neurosensori
Gejala : Sakit kepala, parestesia, terasa kaku pada persarafan yang terkena, kehilangan sensasi, hiperalgesia, kejang, diplopia, fotofobia, ketulian dan halusinasi penciuman. Tanda : letargi sampai kebingungan berat hingga koma, delusi dan halusinasi, kehilangan memori, afasia,anisokor, nistagmus,ptosis, kejang umum/lokal, hemiparese, tanda brudzinki positif dan atau kernig positif, rigiditas nukal, babinski positif,reflek abdominal menurun dan reflek kremastetik hilang pada laki-laki.
* Nyeri/keamanan
Gejala : sakit kepala(berdenyut hebat, frontal). Tanda : gelisah, menangis.
* Pernafasan
Gejala : riwayat infeksi sinus atau paru. Tanda : peningkatan kerja pernafasan.


B. Diagnosa Keperawatan

1. Resiko tinggi terhadap penyebaran infeksi sehubungan dengan diseminata hematogen dari patogen.

2. Risiko tinggi terhadap perubahan serebral dan perfusi jaringan sehubungan dengan edema serebral, hipovolemia.

3. Risisko tinggi terhadap trauma sehubungan dengan kejang umum/fokal, kelemahan umum, vertigo.

4. Nyeri (akut) sehubungan dengan proses inflamasi, toksin dalam sirkulasi.

5. Kerusakan mobilitas fisik sehubungan dengan kerusakan neuromuskular, penurunan kekuatan

6. Anxietas berhubungan dengan krisis situasi, ancaman kematian.


C. Intervensi

1. Resiko tinggi terhadap penyebaran infeksi sehubungan dengan diseminata hematogen dari patogen.
Mandiri :
* Beri tindakan isolasi sebagai pencegahan
* Pertahan kan teknik aseptik dan teknik cuci tangan yang tepat.
* Pantau suhu secara teratur
* Kaji keluhan nyeri dada, nadi yang tidak teratur demam yang terus menerus
* Auskultasi suara nafas ubah posisi pasien secara teratur, dianjurkan nafas dalam
* Cacat karakteristik urine (warna, kejernihan dan bau)

Kolaborasi :
* Berikan terapi antibiotik iv: penisilin G, ampisilin, klorampenikol, gentamisin.

2. Resiko tinggi terhadap perubahan cerebral dan perfusi jaringan sehubungan dengan edema serebral, hipovolemia.
Mandiri :
* Tirah baring dengan posisi kepala datar.
* Pantau status neurologis.
* Kaji regiditas nukal, peka rangsang dan kejang.
* Pantau tanda vital dan frekuensi jantung, penafasan, suhu, masukan dan haluaran.
* Bantu berkemih, membatasi batuk, muntah mengejan.

Kolaborasi :
* Tinggikan kepala tempat tidur 15-45 derajat.
* Berikan cairan iv (larutan hipertonik, elektrolit).
* Pantau BGA.
* erikan obat : steoid, clorpomasin, asetaminofen.

3. Resiko tinggi terhadap trauma sehubungan dengan kejang umum/vokal, kelemahan umum vertigo.
Mandiri :
* Pantau adanya kejang
* Pertahankan penghalang tempat tidur tetap terpasang dan pasang jalan nafas buatan.
* Tirah baring selama fase akut kolaborasi berikan obat : venitoin, diaepam, venobarbital.

4. Nyeri (akut ) sehubungan dengan proses infeksi, toksin dalam sirkulasi.
Mandiri :
* Letakkan kantung es pada kepala, pakaian dingin di atas mata, berikan posisi yang nyaman kepala agak tinggi sedikit, latihan rentang gerak aktif atau pasif dan masage otot leher.
* Dukung untuk menemukan posisi yang nyaman(kepala agak tingi)
* Berikan latihan rentang gerak aktif/pasif.
* Gunakan pelembab hangat pada nyeri leher atau pinggul.

Kolaborasi :
* Berikan anal getik, asetaminofen, codein

5. Kerusakan mobilitas fisik sehubungan dengan kerusakan neuromuskuler.
* Kaji derajat imobilisasi pasien.
* Bantu latihan rentang gerak.
* Berikan perawatan kulit, masase dengan pelembab.
* Periksa daerah yang mengalami nyeri tekan, berikan matras udsra atau air perhatikan kesejajaran tubuh secara fumgsional.
* Berikan program latihan dan penggunaan alat mobiluisasi.

6. Perubahan persepsi sensori sehubungan dengan defisit neurologis
* Pantau perubahan orientasi, kemamapuan berbicara,alam perasaaan, sensorik dan proses pikir.
* Kaji kesadara sensorik : sentuhan, panas, dingin.
* Observasi respons perilaku.
* Hilangkan suara bising yang berlebihan.
* Validasi persepsi pasien dan berikan umpan balik.
* Beri kessempatan untuk berkomunikasi dan beraktivitas.
* Kolaborasi ahli fisioterapi, terapi okupasi,wicara dan kognitif.

7. Ansietas sehubungan dengan krisis situasi, ancaman kematian.
* Kaji status mental dan tingkat ansietasnya.
* Berikan penjelasan tentang penyakitnya dan sebelum tindakan prosedur.
* Beri kesempatan untuk mengungkapkan perasaan.
* Libatkan keluarga/pasien dalam perawatan dan beri dukungan serta petunjuk sumber penyokong.


H. Evaluasi

Hasil yang diharapkan :

1. Mencapai masa penyembuhan tepat waktu, tanpa bukti penyebaran infeksi endogen atau keterlibatan orang lain.
2. Mempertahankan tingkat kesadaran biasanya/membaik dan fungsi motorik/sensorik, mendemonstrasikan tanda-tanda vital stabil.
3. Tidak mengalami kejang/penyerta atau cedera lain.
4. Melaporkan nyeri hilang/terkontrol dan menunjukkan postur rileks dan mampu tidur/istirahat dengan tepat.
5. Mencapai kembali atau mempertahankan posisi fungsional optimal dan kekuatan.
6. Meningkatkan tingkat kesadaran biasanya dan fungsi persepsi.
7. Tampak rileks dan melaporkan ansietas berkurang dan mengungkapkan keakuratan pengetahuan tentang situasi.



DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilyn E, dkk.(1999).Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Alih Bahasa, I Made Kariasa, N Made Sumarwati. Editor edisi bahasa Indonesia, Monica Ester, Yasmin asih. Ed.3. Jakarta : EGC.

Harsono.(1996).Buku Ajar Neurologi Klinis.Ed.I.Yogyakarta : Gajah Mada University Press.

Smeltzer, Suzanne C & Bare,Brenda G.(2001).Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth.Alih bahasa, Agung Waluyo,dkk.Editor edisi bahasa Indonesia, Monica Ester.Ed.8.Jakarta : EGC.

Tucker, Susan Martin et al. Patient care Standards : Nursing Process, diagnosis, And Outcome. Alih bahasa Yasmin asih. Ed. 5. Jakarta : EGC; 1998.

Price, Sylvia Anderson. Pathophysiology : Clinical Concepts Of Disease Processes. Alih Bahasa Peter Anugrah. Ed. 4. Jakarta : EGC; 1994.

Long, Barbara C. perawatan Medikal Bedah : Suatu Pendekatan Proses

LP Askep DHF

LP Askep DHF

( Asuhan Keperawatan pada Klien dengan DHF )

Pengertian DHF / Demam Berdarah
DHF atau dikenal dengan istilah demam berdarah adalah penyakit yang disebabkan oleh Arbovirus ( arthro podborn virus ) dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes ( Aedes Albopictus dan Aedes Aegepty )
nyamuk aides aegepty
nyamuk aides aegepty
Menurut beberapa ahli pengertian DHF sebagai berikut:
Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegepty (Christantie Efendy,1995 ).
Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang terdapat pada anak dan orang dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang disertai ruam atau tanpa ruam. DHF sejenis virus yang tergolong arbo virus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegepty (betina) (Seoparman , 1990).
DHF adalah demam khusus yang dibawa oleh aedes aegepty dan beberapa nyamuk lain yang menyebabkan terjadinya demam. Biasanya dengan cepat menyebar secara efidemik. (Sir,Patrick manson,2001).
Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah suatu penyakit akut yang disebabkan oleh virus yang ditularkan oleh nyamuk aedes aegepty (Seoparman, 1996).
 
Penyebab DHF
Penyebab DHF adalah Arbovirus ( Arthropodborn Virus ) melalui gigitan nyamuk Aedes ( Aedes Albopictus dan Aedes Aegepty )
 
Patofisiologi DHF
Virus akan masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegypty. Pertama-tama yang terjadi adalah viremia yang mengakibatkan penderita mengalami demam, sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal-pegal diseluruh tubuh, ruam atau bintik-bintik merah pada kulit (petekie), hyperemia tenggorokan dan hal lain yang mungkin terjadi seperti pembesaran kelenjar getah bening, pembesaran hati (Hepatomegali) dan pembesaran limpa (Splenomegali).
Kemudian virus akan bereaksi dengan antibody dan terbentuklah kompleks virus-antibody. Dalam sirkulasi akan mengaktivasi system komplemen. Akibat aktivasi C3 dan C5 akan dilepas C3a dan C5a, dua peptida yang berdaya untuk melepaskan histamine dan merupakan mediator kuat sebagai factor meningkatnya permeabilitas dinding kapiler pembuluh darah yang mengakibatkan terjadinya perembesan plasma ke ruang ekstra seluler.
Perembesan plasma ke ruang ekstra seluler mengakibatkan berkurangnya volume plasma, terjadi hipotensi, hemokonsentrasi, dan hipoproteinemia serta efusi dan renjatan (syok). Hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit > 20 %) menunjukkan atau menggambarkan adanya kebocoran (perembesan) plasma sehingga nilai hematokrit menjadi penting untuk patokan pemberian cairan intravena.
Terjadinya trobositopenia, menurunnya fungsi trombosit dan menurunnya faktor koagulasi (protombin dan fibrinogen) merupakan faktor penyebab terjadinya perdarahan hebat , terutama perdarahan saluran gastrointestinal pada DHF.
Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler dibuktikan dengan ditemukannya cairan yang tertimbun dalam rongga serosa yaitu rongga peritoneum, pleura, dan pericard yang pada otopsi ternyata melebihi cairan yang diberikan melalui infus.
Setelah pemberian cairan intravena, peningkatan jumlah trombosit menunjukkan kebocoran plasma telah teratasi, sehingga pemberian cairan intravena harus dikurangi kecepatan dan jumlahnya untuk mencegah terjadinya edema paru dan gagal jantung, sebaliknya jika tidak mendapatkan cairan yang cukup, penderita akan mengalami kekurangan cairan yang dapat mengakibatkan kondisi yang buruk bahkan bisa mengalami renjatan.
Jika renjatan atau hipovolemik berlangsung lama akan timbul anoksia jaringan, metabolik asidosis dan kematian apabila tidak segera diatasi dengan baik. Gangguan hemostasis pada DHF menyangkut 3 faktor yaitu : perubahan vaskuler, trombositopenia dan gangguan koagulasi.
Pada otopsi penderita DHF, ditemukan tanda-tanda perdarahan hampir di seluruh tubuh, seperti di kulit, paru, saluran pencernaan dan jaringan adrenal.
 
Tanda dan Gejala DHF
Tanda dan gejala penyakit DHF adalah :
- Meningkatnya suhu tubuh
- Nyeri pada otot seluruh tubuh
- Nyeri kepala menyeluruh atau berpusat pada supra orbita, retroorbita
- Suara serak
- Batuk
- Epistaksis
- Disuria
- Nafsu makan menurun
- Muntah
- Ptekie
- Ekimosis
- Perdarahan gusi
- Muntah darah
- Hematuria masif
- Melena
 
Diagnosis DHF
Patokan WHO (1986) untuk menegakkan diagnosis DHF adalah sebagai berikut :
1) Demam akut, yang tetap tinggi selama 2 - 7 hari kemudian turun secara lisis demam disertai gejala tidak spesifik, seperti anoreksia, lemah, nyeri.
2) Manifestasi perdarahan :
1) Uji tourniquet positif
2) Petekia, purpura, ekimosis
3) Epistaksis, perdarahan gusi
4) Hematemesis, melena.
3) Pembesaran hati yang nyeri tekan, tanpa ikterus.
4) Dengan atau tanpa renjatan.
Renjatan biasanya terjadi pada saat demam turun (hari ke-3 dan hari ke-7 sakit ). Renjatan yang terjadi pada saat demam biasanya mempunyai prognosis buruk.
5) Kenaikan nilai Hematokrit / Hemokonsentrasi

 
Klasifikasi DHF menurut WHO
Derajat I
Demam disertai gejala tidak khas, terdapat manifestasi perdarahan ( uju tourniquet positif )
Derajat II
Derajat I ditambah gejala perdarahan spontan dikulit dan perdarahan lain.
Derajat III
Kegagalan sirkulasi darah, nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun ( 20 mmhg, kulit dingin, lembab, gelisah, hipotensi )
Derajat IV
Nadi tak teraba, tekanan darah tak dapat diukur
Pemeriksaan Diagnostik
- Darah Lengkap = Hemokonsentrasi ( Hemaokrit meningkat 20 % atau lebih ) Thrombocitopeni ( 100. 000/ mm3 atau kurang )
- Serologi = Uji HI ( hemaaglutinaion Inhibition Test )
- Rontgen Thorac = Effusi Pleura
 
Pathways


Askep DHF
Askep DHF


Penatalaksanaan
Medik
A. DHF tanpa Renjatan
- Beri minum banyak ( 1 ½ - 2 Liter / hari )
- Obat anti piretik, untuk menurunkan panas, dapat juga dilakukan kompres
- Jika kejang maka dapat diberi luminal ( antionvulsan ) untuk anak <1th>1th 75 mg Im. Jika 15 menit kejang belum teratasi , beri lagi luminal dengan dosis 3mg / kb BB ( anak <1th>1th diberikan 5 mg/ kg BB.
- Berikan infus jika terus muntah dan hematokrit meningkat
B. DHF dengan Renjatan
- Pasang infus RL
- Jika dengan infus tidak ada respon maka berikan plasma expander ( 20 - 30 ml/ kg BB )
- Tranfusi jika Hb dan Ht turun
Keperawatan
  1. Pengawasan tanda - tanda vital secara kontinue tiap jam
- Pemeriksaan Hb, Ht, Trombocyt tiap 4 Jam
- Observasi intik output
- Pada pasienDHF derajat I : Pasien diistirahatkan, observasi tanda vital tiap 3 jam , periksa Hb, Ht, Thrombosit tiap 4 jam beri minum 1 ½ liter - 2 liter per hari, beri kompres
- Pada pasien DHF derajat II : pengawasan tanda vital, pemeriksaan Hb, Ht, Thrombocyt, perhatikan gejala seperti nadi lemah, kecil dan cepat, tekanan darah menurun, anuria dan sakit perut, beri infus.
- Pada pasien DHF derajat III : Infus guyur, posisi semi fowler, beri o2 pengawasan tanda - tanda vital tiap 15 menit, pasang cateter, obsrvasi productie urin tiap jam, periksa Hb, Ht dan thrombocyt.
1. Resiko Perdarahan
- Obsevasi perdarahan : Pteckie, Epistaksis, Hematomesis dan melena
- Catat banyak, warna dari perdarahan
- Pasang NGT pada pasien dengan perdarahan tractus Gastro Intestinal
2. Peningkatan suhu tubuh
- Observasi / Ukur suhu tubuh secara periodik
- Beri minum banyak
- Berikan kompres

Asuhan Keperawatan pada pasien DHF

Pengkajian Keperawatan DHF
Dalam memberikan asuhan keperawatan, pengkajian merupakan dasar utama dan hal penting dilakukan oleh perawat. Hasil pengkajian yang dilakukan perawat terkumpul dalam bentuk data. Adapun metode atau cara pengumpulan data yang dilakukan dalam pengkajian : wawancara, pemeriksaan (fisik, laboratorium, rontgen), observasi, konsultasi.
a). Data subyektif
Adalah data yang dikumpulkan berdasarkan keluhan pasien atau keluarga pada pasien DHF, data obyektif yang sering ditemukan menurut Christianti Effendy, 1995 yaitu :
1.) Lemah.
2.) Panas atau demam.
3.) Sakit kepala.
4.) Anoreksia, mual, haus, sakit saat menelan.
5.) Nyeri ulu hati.
6.) Nyeri pada otot dan sendi.
7.) Pegal-pegal pada seluruh tubuh.
8.) Konstipasi (sembelit).
b). Data obyektif :
Adalah data yang diperoleh berdasarkan pengamatan perawat atas kondisi pasien. Data obyektif yang sering dijumpai pada penderita DHF antara lain :
1) Suhu tubuh tinggi, menggigil, wajah tampak kemerahan.
2) Mukosa mulut kering, perdarahan gusi, lidah kotor.
3) Tampak bintik merah pada kulit (petekia), uji torniquet (+), epistaksis, ekimosis,
hematoma, hematemesis, melena.
4) Hiperemia pada tenggorokan.
5) Nyeri tekan pada epigastrik.
6) Pada palpasi teraba adanya pembesaran hati dan limpa.
7) Pada renjatan (derajat IV) nadi cepat dan lemah, hipotensi, ekstremitas dingin,
gelisah, sianosis perifer, nafas dangkal.
Pemeriksaan laboratorium pada DHF akan dijumpai :
1) Ig G dengue positif.
2) Trombositopenia.
3) Hemoglobin meningkat > 20 %.
4) Hemokonsentrasi (hematokrit meningkat).
5) Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan hipoproteinemia, hiponatremia, hipokloremia.
Pada hari ke- 2 dan ke- 3 terjadi leukopenia, netropenia, aneosinofilia, peningkatan limfosit, monosit, dan basofil
1) SGOT/SGPT mungkin meningkat.
2) Ureum dan pH darah mungkin meningkat.
3) Waktu perdarahan memanjang.
4) Asidosis metabolik.
5) Pada pemeriksaan urine dijumpai albuminuria ringan.
 
Diagnosa Keperawatan DHF
Diagnosa keperawatan yang ditemukan pada pasien DHF (Christiante Effendy, 1995) yaitu :
1) Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses penyakit (viremia).
2) Nyeri berhubungan dengan proses patologis penyakit.
3) Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan mual, muntah, anoreksia.
4) Kurangnya volume cairan tubuh berhubungan dengan peningkatan permeabilitas dinding plasma.
5) Gangguan aktivitas sehari-hari berhubungan dengan kondisi tubuh yang lemah.
6) Resiko terjadi syok hypovolemik berhubungan dengan kurangnya volume cairan tubuh.
7) Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif (pemasangan infus).
8 ) Resiko terjadi perdarahan lebih lanjut berhubungan dengan trombositopenia.
9) Kecemasan berhubungan dengan kondisi pasien yang memburuk dan perdarahan yang dialami pasien.
 
Perencanaan Keperawatan DHF 1) Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses penyakit (viremia).
Tujuan : Suhu tubuh normal (36 - 370C).
Pasien bebas dari demam.
Intervensi :
1. Kaji saat timbulnya demam.
Rasional : untuk mengidentifikasi pola demam pasien.
2. Observasi tanda vital (suhu, nadi, tensi, pernafasan) setiap 3 jam.
Rasional : tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien.
3. Anjurkan pasien untuk banyak minum (2,5 liter/24 jam.±7)
Rasional : Peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan tubuh meningkat sehingga perlu diimbangi dengan asupan cairan yang banyak.
4. Berikan kompres hangat.
Rasional : Dengan vasodilatasi dapat meningkatkan penguapan yang mempercepat penurunan suhu tubuh.
5. Anjurkan untuk tidak memakai selimut dan pakaian yang tebal.
Rasional : pakaian tipis membantu mengurangi penguapan tubuh.
6. Berikan terapi cairan intravena dan obat-obatan sesuai program dokter.
Rasional : pemberian cairan sangat penting bagi pasien dengan suhu tinggi.
2). Nyeri berhubungan dengan proses patologis penyakit.
Tujuan : Rasa nyaman pasien terpenuhi.
Nyeri berkurang atau hilang.
Intervensi :
1. Kaji tingkat nyeri yang dialami pasien
Rasional : untuk mengetahui berapa berat nyeri yang dialami pasien.
2. Berikan posisi yang nyaman, usahakan situasi ruangan yang tenang.
Rasional : Untuk mengurangi rasa nyeri
3. Alihkan perhatian pasien dari rasa nyeri.
Rasional : Dengan melakukan aktivitas lain pasien dapat melupakan perhatiannya terhadap nyeri yang dialami.
4. Berikan obat-obat analgetik
Rasional : Analgetik dapat menekan atau mengurangi nyeri pasien.
3). Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
mual, muntah, anoreksia.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi, pasien mampu menghabiskan makanan sesuai dengan posisi yang diberikan /dibutuhkan.
Intervensi :
1. Kaji keluhan mual, sakit menelan, dan muntah yang dialami pasien.
Rasional : Untuk menetapkan cara mengatasinya.
2. Kaji cara / bagaimana makanan dihidangkan.
Rasional : Cara menghidangkan makanan dapat mempengaruhi nafsu makan pasien.
3. Berikan makanan yang mudah ditelan seperti bubur.
Rasional : Membantu mengurangi kelelahan pasien dan meningkatkan asupan makanan .
4. Berikan makanan dalam porsi kecil dan frekuensi sering.
Rasional : Untuk menghindari mual.
5. Catat jumlah / porsi makanan yang dihabiskan oleh pasien setiap hari.
Rasional : Untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan nutrisi.
6. Berikan obat-obatan antiemetik sesuai program dokter.
Rasional : Antiemetik membantu pasien mengurangi rasa mual dan muntah dan diharapkan intake nutrisi pasien meningkat.
7. Ukur berat badan pasien setiap minggu.
Rasional : Untuk mengetahui status gizi pasien
4). Kurangnya volume cairan tubuh berhubungan dengan peningkatan permeabilitas
dinding plasma.
Tujuan : Volume cairan terpenuhi.
Intervensi :
1. Kaji keadaan umum pasien (lemah, pucat, takikardi) serta tanda-tanda vital.
Rasional : Menetapkan data dasar pasien untuk mengetahui penyimpangan dari keadaan normalnya.
2. Observasi tanda-tanda syock.
Rasional : Agar dapat segera dilakukan tindakan untuk menangani syok.
3. Berikan cairan intravena sesuai program dokter
Rasional : Pemberian cairan IV sangat penting bagi pasien yang mengalami kekurangan cairan tubuh karena cairan tubuh karena cairan langsung masuk ke dalam pembuluh darah.
4. Anjurkan pasien untuk banyak minum.
Rasional : Asupan cairan sangat diperlukan untuk menambah volume cairan tubuh.
5. Catat intake dan output.
Rasional : Untuk mengetahui keseimbangan cairan.
5). Gangguan aktivitas sehari-hari berhubungan dengan kondisi tubuh yang lemah.
Tujuan : Pasien mampu mandiri setelah bebas demam.
Kebutuhan aktivitas sehari-hari terpenuhi
Intervensi :
1. Kaji keluhan pasien.
Rasional : Untuk mengidentifikasi masalah-masalah pasien.
2. Kaji hal-hal yang mampu atau yang tidak mampu dilakukan oleh pasien.
Rasional : Untuk mengetahui tingkat ketergantungan pasien dalam memenuhi kebutuhannya.
3. Bantu pasien untuk memenuhi kebutuhan aktivitasnya sehari-hari sesuai tingkat keterbatasan pasien.
Rasional : Pemberian bantuan sangat diperlukan oleh pasien pada saat kondisinya lemah dan perawat mempunyai tanggung jawab dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari pasien tanpa mengalami ketergantungan pada perawat.
4. Letakkan barang-barang di tempat yang mudah terjangkau oleh pasien.
Rasional : Akan membantu pasien untuk memenuhi kebutuhannya sendiri tanpa bantuan orang lain.
6). Resiko terjadinya syok hypovolemik berhubungan dengan kurangnya volume cairan
Tubuh
Tujuan : Tidak terjadi syok hipovolemik.
Tanda-tanda vital dalam batas normal.
Keadaan umum baik.
Intervensi :
1. Monitor keadaan umum pasien
Rasional : memantau kondisi pasien selama masa perawatan terutama pada saat terjadi perdarahan sehingga segera diketahui tanda syok dan dapat segera ditangani.
2. Observasi tanda-tanda vital tiap 2 sampai 3 jam.
Rasional : tanda vital normal menandakan keadaan umum baik.
3. Monitor tanda perdarahan.
Rasional : Perdarahan cepat diketahui dan dapat diatasi sehingga pasien tidak sampai syok hipovolemik.
4. Chek haemoglobin, hematokrit, trombosit
Rasional : Untuk mengetahui tingkat kebocoran pembuluh darah yang dialami pasien sebagai acuan melakukan tindakan lebih lanjut.
5. Berikan transfusi sesuai program dokter.
Rasional : Untuk menggantikan volume darah serta komponen darah yang hilang.
6. Lapor dokter bila tampak syok hipovolemik.
Rasional : Untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut sesegera mungkin.
7). Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invasif (infus).
Tujuan :
Tidak terjadi infeksi pada pasien.
Intervensi :
1. Lakukan teknik aseptik saat melakukan tindakan pemasangan infus.
Rasional : Tindakan aseptik merupakan tindakan preventif terhadap kemungkinan terjadi infeksi.
2. Observasi tanda-tanda vital.
Rasional : Menetapkan data dasar pasien, terjadi peradangan dapat diketahui dari penyimpangan nilai tanda vital.
3. Observasi daerah pemasangan infus.
Rasional : Mengetahui tanda infeksi pada pemasangan infus.
4. Segera cabut infus bila tampak adanya pembengkakan atau plebitis.
Rasional : Untuk menghindari kondisi yang lebih buruk atau penyulit lebih lanjut.
8). Resiko terjadinya perdarahan lebih lanjut berhubungan dengan trombositopenia.
Tujuan : Tidak terjadi tanda-tanda perdarahan lebih lanjut.
Jumlah trombosit meningkat.
Intervensi :
1. Monitor tanda penurunan trombosit yang disertai gejala klinis.
Rasional : Penurunan trombosit merupakan tanda kebocoran pembuluh darah.
2. Anjurkan pasien untuk banyak istirahat
Rasional : Aktivitas pasien yang tidak terkontrol dapat menyebabkan perdarahan.
3. Beri penjelasan untuk segera melapor bila ada tanda perdarahan lebih lanjut.
Rasional : Membantu pasien mendapatkan penanganan sedini mungkin.
4. Jelaskan obat yang diberikan dan manfaatnya.
Rasional : Memotivasi pasien untuk mau minum obat sesuai dosis yang diberikan.
9). Kecemasan berhubungan dengan kondisi pasien yang memburuk dan perdarahan
yang dialami pasien.
Tujuan :
Kecemasan berkurang.
Intervensi :
1. Kaji rasa cemas yang dialami pasien.
Rasional : Menetapkan tingkat kecemasan yang dialami pasien.
2. Jalin hubungan saling percaya dengan pasien.
Rasional : Pasien bersifat terbuka dengan perawat.
3. Tunjukkan sifat empati
Rasional : Sikap empati akan membuat pasien merasa diperhatikan dengan baik.
4. Beri kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan perasaannya
Rasional : Meringankan beban pikiran pasien.
5. Gunakan komunikasi terapeutik
Rasional : Agar segala sesuatu yang disampaikan diajarkan pada pasien memberikan hasil yang efektif.
4. Implementasi
Pelaksanaan tindakan keperawatan pada klien anak dengan DHF disesuaikan dengan intervensi yang telah direncanakan.
5. Evaluasi Keperawatan.
Hasil asuhan keperawatan pada klien anak dengan DHF sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Evaluasi ini didasarkan pada hasil yang diharapkan atau perubahan yang terjadi pada pasien.
Adapun sasaran evaluasi pada pasien demam berdarah dengue sebagai berikut :
1) Suhu tubuh pasien normal (36- 370C), pasien bebas dari demam.
2) Pasien akan mengungkapkan rasa nyeri berkurang.
3) Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi, pasien mampu menghabiskan makanan sesuai dengan porsi yang diberikan atau dibutuhkan.
4) Keseimbangan cairan akan tetap terjaga dan kebutuhan cairan pada pasien terpenuhi.
5) Aktivitas sehari-hari pasien dapat terpenuhi.
6) Pasien akan mempertahankan sehingga tidak terjadi syok hypovolemik dengan tanda vital dalam batas normal.
7) Infeksi tidak terjadi.
8 ) Tidak terjadi perdarahan lebih lanjut.
9) Kecemasan pasien akan berkurang dan mendengarkan penjelasan dari perawat tentang proses penyakitnya.
 
Pencegahan DHF
Menghindari atau mencegah berkembangnya nyamuk Aedes Aegepty dengan cara:
- Rumah selalu terang
- Tidak menggantung pakaian
- Bak / tempat penampungan air sering dibersihkan dan diganti airnya minimal 4 hari sekali
- Kubur barang - barang bekas yang memungkinkan sebagai tempat terkumpulnya air hujan
- Tutup tempat penampungan air
Perencanaan pemulangan dan pendidikan kesehatan
- Berikan informasi tentang kebutuhan melakukan aktifitas sesuai dengan tingkat perkembangan dan kondisi fisik anak
- Jelaskan terapi yang diberikan, dosis efek samping
- Menjelaskan gejala - gejala kekambuhan penyakit dan hal yang harus dilakukan untuk mengatasi gejala
- Tekankan untuk melakukan kontrol sesuai waktu yang ditentukan
 
Daftar Pustaka
Buku ajar IKA infeksi dan penyakit tropis IDAI Edisi I. Editor : Sumarmo, S Purwo Sudomo, Harry Gama, Sri rejeki Bag IKA FKUI jkt 2002.
Christantie, Effendy. SKp, Perawatan Pasien DHF. Jakarta, EGC, 1995
Prinsip - Prinsip Keperawatan Nancy Roper hal 269 - 267

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN TYPHUS ABDOMINALIS

ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN TYPHUS ABDOMINALIS



 PENGKAJIAN
I. BIODATA.
4. IDENTITAS PASIEN
Nama : Nn. Maya
Umur : 19 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pendidikan : S 1 Semester III
Pekerjaan : Mahasiswa
Agama : Islam
Suku / Bangsa : Banjar / Indonesia
Status perkawinan : Belum Kawin
Alamat : Unlam III
Tgl masuk RS / Pusk : 16 – 10 - 2001
Tgl pengkajian : 18 – 10 - 2001
Nomor register : 84 36 55
Dignosa medis : Typhus Abdominalis


A. IDENTITAS PENANGGUNG JAWAB.
Nama : Tn. Beny S
Umur : 45 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Pendidikan : S 1
Pekerjaan : PNS
Agama : Islam
Hubungan Dgn Pasien : Orang Tua


II. RIWAYAT PENYAKIT.
A. Keluhan utama.
Badan panas, sakit kepala, pusing, mual, muntah, tidak ada nafsu makan, perut terasa nyeri.

B. Riwayat penyakit sekarang.
Pasien sudah merasa tidak enak badan dan kurang nafsu makan sejak tgl 12-10-2001, disertai dengan sakit kepala, badan panas, mual dan ada muntah. Panas berkurang setelah minum obat parasetamol, tapi hanya sebentar kemudian panas lagi. Pada hari senin pasien dibawa ke RSU Banjarbaru dan dirawat inap.

C. Riwayat penyakit terdahulu.
Sebelumnya pasien tidak pernah mengalami penyakit seperti sekarang ini, pasien juga tidak pernah dirawat di RS, pernah sakit biasa seperti flu, pilek dan batuk, dan sembuh setelah minum obat biasa yang dijual di pasaran. Pasien juga diketahui sering pingsan bila merasa kelelahan.

III. PEMERIKSAAN FISIK.

A. Keadaan umum.
Kesadaran : CM. KU lemah
Vital sign • TD : 110/70 • Temp : 37,1° C
• Nadi : 80 X/menit • Resp : 20 X / menit
• TB : 160 cm
• BB : 48 kg.

B. Kulit.
Turgor cepat kembali bila dicubit, terasa hangat, tidak ada lesi,benjolan dan kemerahan.

C. Kepala.
Bentuk simetris, tidak ada tanda bekas trauma, rambut hitam ikal, ketombe tidak terlihat, distribusi rambut merata.

D. Penglihatan.
Gerakan bola mata dan kelopak mata simetris, konjungtiva tampak anemis, sklera putih, pupil bereaksi terhadap cahaya, produksi air mata (+), tidak menggunakan alat bantu penglihatan.

E. Penciuman & Hidung.
Penciuman dapat membedakan bau-bauan, mukosa hidung merah muda, sekret tidak ada, tidak ada terlihat pembesaran mukosa atau polip.

F. Pendengaran & Telinga.
Bentuk D/S simetris, mukosa lubang hidung merah muda, tidak ada cairan dan serumen, tidak menggunakan alat bantu, dapat merespon setiap pertanyaan yang diajukan dengan tepat.

G. Mulut.
Bibir tampak kering, lidah tampak kotor ( keputihan ), gigi lengkap, tidak ada pembengkakan gusi, tidak teerlihat pembesaran tonsil, mukosa pucat.

H. Leher.
Tidak ada pembatasan gerak, tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, tiak ada peningkatan tekanan JVP.

I. Dada / Pernafasan / Sirkulasi.
Dada D/S simetris, gerakan singkron, tidak ada sesak, tidak ada bunyi nafas tambahan, BJ 1 dan BJ 2 terdengar dengan jelas, denyut nadi teraba kuat.

J. Abdomen.
Bentuk simetris, tidak teraba pembesaran hati dan limfe, nyeri tekan epigastrik, peristaltik terdengar tidak ada peningkatan.

K. Sistem reproduksi.
Tidak ada keluhan pada organ genital, haid pertama pada usia 12 tahun dan tidak pernah ada keluhan nyeri yang berlebihan pada waktu haid.

L. Ekstremitas atas & bawah.
Tangan bentuk simetris, tidak ada peradangan sendi dan oedem, dapat bergerak dengan bebas, akral hangat, tangan kanan terpasang infus.
Kaki bentuk simetris, tidak ada pembatasan gerak dan oedem, akral hangat.



IV. KEBUTUHAN FISIK, PSIKOLOGIS, SOSIAL & SPIRITUAL.

A. Aktivitas & Istirahat.
Aktivitas sehari-hari sebagai mahasiswa, saat ada keluhan pasien istirahat dari kegiatannya. Tidur biasanya pada malam sekitar jam 23.00 sampai jam 05.30, tidur siang jarang. Sejak ada keluhan tidur malam sering terbangun karena panas.

B. Personal hygiene.
Mandi biasanya 3 x sehari, sikat gigi 2-3 x sehari, keramas bila kepala terasa gatal, ganti baju 3-4 x sehari.

C. Nutrisi.
Makan biasanya 3 x sehari dengan menu bervariasi, sering makan diwarung. Tidak ada pantangan makan, suka bakso. Minum tidak menentu. Saat sakit makan hanya ¼ porsi, kadang bisa sampai muntah.

D. Eliminasi.
BAB biasanya 1-2 hari sekali, selama di RS belum ada BAB. BAK tidak menentu, rata-rata4-6 X sehari, tidak pernah ada keluhan batu atau nyeri.

E. Sexualitas.
Pasien belum menikah

F. Psikososial.
Menunjukan sikaf baik terhadap perawat dan mudah berkomunikasi dengan orang lain. Anak ke 2 dari 4 bersaudara.

G. Spiritual.
Mempunyai keyakinan kuat untuk sembuh, tidak percaya dengan hal yang berbau tahayul.

V. PROSEDUR DIAGNOSTIK DAN PENGOBATAN.

A. Laboratorium.

NO HARI & TANGGAL JENIS PEMERIKSAAN KATEGORI NORMAL HASIL PEMERIKSAAN
1



2 Rabu
17-10-2001


18-10-2001 Hb
Leoko
LED

Widal
Ty.O 1/80 ( + )
Ty.H 1/80 ( + )
PA.O 1/80 ( + )
PA.H 1/80 ( + )

♀ 10-12 gr %
♀ 4000-10000/mm³
♀ 0-20/ jam


1/160 (+) 1/320 (+)
1/160 (+) 1/320 (+)
1/160 (+) 1/320 (+)
1/160 (+) 1/320 (+) 9.0 gr %
6.600 /mm³
12 mm/jam


1/640 (-)
1/640 (-)
1/640 (-)
1/640 (-)

B. Rontgen
Hasil :……-………………..

C. EKG.
Hasil :……-……………….

D. Pemeriksaan lain ( EEG, USG, CT Scan, dll ).
-

E. Pengobatan :


IVFD D5% : RL ( 1:1 ) - 20 tts/mt
Ulsikur Inj. 1 amp / 8 jam
Pyralen Inj. 1 amp / 8 jam
XD ( 1: 1 ) k/p
Dexymox 3 x 500 mg
Be Comzet 1 x 1 tab


















 ANALISA DATA


Data subyektif & Obyektif

Etiologi
Masalah

DS : - mengeluh badan terasa panas.

DO : - Temp 37,1º C
- Akral kulit hangat



DS : - Tidak ada nafsu makan
- Mual
- Merasa lemah

DO : - Bibir kering
- Porsi makan ¼ porsi
- Muntah



-





















Adanya proses endotoxin/ infeksi.






Penurunan masukan peroral terhadap kebutuhan peningkatan metabolisme yang berkaitan dengan demam


Terjadi peningkatan kehilangan cairan tubuh yang diakibatkan muntah dan demam
Perubahan suhu tubuh







Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh






Potensial kekurangan volume cairan.









INTERVENSI KEPERAWATAN

NO HARI & TANGGAL DIAGNOSA KEPERAWATAN
PERENCANAAN IMPLEMENTASI
TUJUAN TINDAKAN RASIONALISASI
1



















2
















3 Kamis
18-10-2001
10.00

















Kamis
18-10-2001
10.00














Kamis
18-10-2001
11.00 Perubahan suhu tubuh B/D proses infeksi atau endotoxin, ditandai :
- Mengeluh badan panas
- temp 37,1º C
- akral kulit hangat












Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh B/D penurunan pemasukan peroral terhadap kebutuhan peningkatan metabolisme yang berkaitan dengan demam, ditandai :
- tidak ada nafsu makan
- mual, muntah
- bibir kering
- makan ¼ porsi




Potensial kekurangan volume cairan B/D terjadinya peningkatan kehilangan cairan tubuh yang diakibatkan oleh muntah dan demam Jangka pendek :
Dalam waktu 4-6 jam suhu tubuh dapat turun

Jangka panjang:
Mempertahankan suhu tubuh normal ( 36º C - 37º C )










Jangka pendek :
Peningkatan masukan nutrisi peroral

Jangka panjang :
Masukan nutrisi adekuat.









Jangka pendek :
Mempertahankan keseimbangan masukan dan keluaran cairan

Jangka panjang :
Mempertahankan volume cairan yang adekuat 1. Pantau suhu tubuh secara berkala tiap 4-6 jam.

2. Anjurkan pasien untuk banyak minum

3. Beri kompres dingin pada dahi pasien

4. Kolaborasi pemberian obat antiperitika dan antibiotika.




1. Anjurkan pasien untuk makan makanan yang disukai dan bukan kontraindikasi.




2. Beri makan dalam porsi sedikit tapi sering

3. Beri nutrisi parenteral total, terafi IV sesui indikasi


1. Awasi TV.






2. Observasi kulit, membran mukosa, penurunan turgor kulit, pengisian kapiler lambat.


3. Kolaborasi untuk pemberian cairan parenteral sesui indikasi.
1. Suhu tubuh 38,9º C - 41º C menunjukan adanya penyakit infeksi usus.

2. Mencegah dehidrasi dan menjaga kelembaban kulit.

3. Menurunkan suhu tubuh melalui proses konduksi.


4. Antiperetika untuk mengurangi demam dengan aksi sentral pada hypothalamus dan antibiotika untuk penanganan infeksi.


1. Untuk membangkitkan selera dan nafsu makan pasien






2. Untuk meningkatkan makan/ masukan nutrisi yang lebih adekuat.

3. Program ini untuk mengistirahatkan saluran gastrointestinal sementara memberikan nutrisi penting.

1. Hipotensi, takhi kardi dan demam dapat menunjukan respon terhadap efek kehilangan cairan.


2. Mengetahui secara dini tanda kehilangan cairan yang berlebihan.




3. Mempertahankan istirahat usus akan memerlukan pergantian cairan untuk memperbaiki kehilangan. 1. Pukul 10.30 mengukur suhu tubuh. Temp 37º C.

2. Memberi anjuran untuk memperbanyak minum.
3. Mengkompres dahi dengan air dingin.


4. Membantu pasien minum obat dan menjelaskan fungsi dari obat tersebut.




1. Memberi dukungan pasien untuk memakan makanan yang disukai dan menerangkan makanan kontraindikasi.


2. Menganjurkan makan sedikit tapi sering.

3. Memonitor kelancaran jalannya cairan infus.



1. Mengukur TD, temp, nadi, dan memasukan dalam catatan perkembangan pasien.

2. Mengobserpasi membran mukosa dan turgor kulit kalau ada terjadi dehidrasi.


3. Memonitor lancarnya jalan cairan infus.
20 tts/mt.


 CATATAN PERKEMBANGAN.


NO HARI / TANGGAL NO DX PERKEMBANGAN PARAF
1












2











3

Jum’at
19-10-2001











Jum’at
19-10-2001










Sabtu
20-10-2001 1












2











3 S: Pasien mengatakan panas badannya sudah turun.
O: Temp 36º C .
A: Suhu tubuh sudah memasuki rentang normal.
P: Intervensi kompres dingin dihentikan, yang lain diteruskan.


S: Pasien mengatakan lebih segar dan tidak ada mual.
O: Makanan mulai dihabiskan walaupun dalam bentuk bubur. Muntah tidak ada.
A: Masukan nutrisi terpenuhi.
P: Intervensi diteruskan selama proses penyembuhan.

S: Pasien merasa lebih bertenaga.
O:Demam berkurang, muntah tidak terjadi lagi.
A: Potensial masalah tidak terjadi.
P: Tetap jalankan intervensi selama proses penyenbuhan.

LAPORAN PENDAHULUAN DEMAM THYPOID


DEMAM THYPOID

LAPORAN PENDAHULUAN
DEMAM THYPOID
A.    Pengertian.
Thypoid adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri salmonella thyposa. Thypoid adalah infeksi akut pada usus halus yang menimbulkan gejala-gejala. Bakteri ini disebabkan oleh lalat melalui makanan dan minuman yang masuk dalam perut. Penularannya terjadi secara fecal oral melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi sumber utama Carrier, masa tunas penyakit ini 1-3 minggu, orang yang pernah kena penyakit Thypus disebut “Corner Thypus”.
B.     Etiologi.
◘       Samonella Thypi.
◘       Samonella Parathypi A.
◘       Samonella Parathypi B.
◘       Samonella Parathypi C.
C.     Patofisiologi.
Kuman salmonella masuk ke dalam tubuh manusia melalui mulut dengan makanan dan air yang tercemar. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam lambung, sebagian lagi masuk ke usus halus dan mencapai jaringan limfoid plaque peyeri di ileum terminalis, di tempat ini bisa terjadi komplikasi pendarahan. Kemudian masuk ke aliran limfe dan mencapai kelenjar limfe, setelah itu masuk ke aliran darah, sedangkan yang lain mencapai hati. Kuman salmonella bersarang di plaque peyeri, limpa, hati dan bagian-bagian retikuloendotelial. Endotoksin kuman salmonella berperan pada patogenesis demam typhoid, karena membantu terjadinya proses inflamasi lokal pada jaringan tempat kuman salmonella berkembang biak. Demam pada typhoid disebabkan karena kuman salmonella dan endotoksinnya merangsang sintesis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang.



Basil tertelan
Usus halus akan bermutifikasi menembus usus halus



dan pembuluh limfe intestinal



Intestinal
Aliran darah



Fagotis oleh sistem Retikuloendotial



Bakterimia yang berulang
Manifestasi Thypus Abdomominalis/ Thypoid
D.    Manifestasi Klinis.
Masa tunas demam Thypoid berlangsung 10 – 14 hari yang tersingkat 4 hari, jika terjadi infeksi melalui makanan, gejala yang timbul tiba-tiba atau berangsur-angsur, penderita cepat lemah, anorexia, sakit kepala, rasa tidak enak di perut dan nyeri seluruh tubuh.
Dalam minggu pertama atau pada masa inkubasi, mungkin ditemukan gejala prodromal serupa dengan penyakit infeksi akut yaitu lesu, demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anorexia, mual dan muntah, konstipasi atau diare, perasaa tidak enak di perut dan batuk. Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu bada meningkat. Pada minggu kedua tanda dan gejala menjadi lebih jelas.
♦        Demam.
Pada kasus khas demam berlangsung 3 minggu, bersifat febris remiktem dan suhu tidak seberapa tinggi, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat pada sore hari dan pada malam hari, pada minggu ketiga suhu tubuh berangsur turun dan normal kembali.
♦        Bradikardi Relatif
Terjadi penurunan nadi 20 – 40 x/m, dimana semestinya nadi bertambah 18 x/m, bila suhu meningkat 1 ‘C
♦        Lidah Yang Khas.
Kotor di tengah, tepi dan ujungnya merah bila dikeluarkan tampak tremor.
♦        Tanda – Tanda Toksemia.
Kedua pipi kemerahan, muka basah sedangkan tubuh kering, apatis dan pandangan jauh serta jari bergerak-gerak seperti meretik tanpa disadari.
E.     Pemeriksaan Penunjang.
Kelainan yang terjadi pada pemeriksaan laboratorium :
1.      Nilai leukosit dalam darah berkisar antara 5.000 – 6.000 /mm, tetapi bisa dijumpai antara 1.200 – 20.000 /mm.
2.      LED biasanya meningkat.
3.      Trombosit menurun mencapai 150.000 /mm.
4.      Serum transaminase meningkat dan bilirubin bisa 2x normal.
5.      Terjadi kenaikan protrombin dan sebagian waktu tromboplastin fibrinogen menurun demikian juga fibrin degradasi produk.
6.      Bisa terjadi hiponatremia dan hipokalemia namun biasanya ringa.
7.      Urine dijumpai sedikit protein dan leukosit.
8.      Fungsi ginjal bisa normal kadang bisa turun.
9.      Anemia dapat terjadi namun ringan kecuali terjadi pendarahan.
Widal Test:
Yaitu seseorang terjadi aglutinasi antara antigen dengan antibodi (aglutinin), maksudnya adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serim pasien yang disangka menderita Thypoid.

F.      Penatalaksanaan Medis
1.      Perawatan.
Penderita Thypoid perlu dirawat di Rumah Sakit untuk isolasi, observasi dan pengobatan, penderita harus tirah baring sampai minimal 7 hari, batas panas atau kurang lebih 14 hari. Mobilisasi dilakukan secara sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien, penderita yang kesadarannya menurun posisi tubuh harus diubah pada waktu-waktu tertentu untuk menghindari komplikasi dekubitus, defekasi, dan miksi perlu diperhatikan karena kadang-kadang terjadi konstipasi dan retensi urine.
2.      Diet/ Terapi Diet.
Yaitu penatalaksanaan diet penyakit Thypus Abdominalis dengan tujuan :
a)       Memberi makanan secukupnya untuk memenuhi kebutuhan yang bertambah guna mencegah dan mengurangi kerusakan jaringan tubuh.
b)      Pemberian makanan yang cukup dan seimbang tidak merangsang dan tidak memperberat kerja saluran pernafasan.
c)       Jika adanya peradangan pada usus halus, maka harus diberikan secara hati-hati untuk menghindari rangasangan terutama dari serat kasar.
Penderita diberi bubur saring kemudian bubu kasar, dan akhirnya diberi nasi sesuai dengan tingkat kesembuhan. Beberapa penelitian menunjukan bahwa pemberian makanan pada dini yaitu nasi dengan lauk pauk rendah selulosa (pantang sayuran dengan serat kasar) dapat diberikan dengan aman pada penderita Thypoid.
3.      Obat – Obatan.
♦        Klorampenikol 4.500 mg selama 14 hari.
♦        Limfenikol 3.300 mg.
♦        Kotrimoxazol 12.480 mg selama 4 hari.
♦        Ampicillin dan Amoxillin 341 gr selama 14 hari.
Obat-obatan anti piretik tidak perlu diberikan secara rutin pada penderita Thypoid. Pada penderita toksik dapat diberikan kortikosteroid oral atau parenteral dalam dosis yang menurun secara bertahap selama 5 hari, hasil biasanya memuaskan. Kesadaran penderita menjadi baik dan suhu tubuh cepat turun sampai normal, akan tetapi kortikosteroid tidak boleh diberikan tanpa indikasi karena dapat menyebabkan pendarahan intestinal.
G.    Konsep Teoritis As-Kep Dengan Thypoid.
♦        Pengkajian.
Selama demam Thypoid perawat memonitor perubuhan suhu tubuh pasien melalui tindakan langsung seperti mengukur suhu tubuh pasien dengan termometer, observasi pasien dari wajah sampai kaki, apa terdapat kemerahan kulit akibat peningkatan suhu tubuh .
Palpasi daerah abdomen untuk mengetahui adanya nyeri tekan pada abdomen, palpasi denyut nadi pasien, auskultasi bising usus serta kaji pola makan dan perubahan nutrisi pasien.
H.    Diagnosa dan Intervensi Keperawatan.
1.      Hipertermi berhubungan dengan infeksi Salmonella Thyposa.
Intervensi:
1)      Observasi suhu, nadi, tensi dan pernafasan.
2)      Obersevasi keluhan tingkat kesadaran klien.
3)      Observasi dan catat intake dan output cairan.
2.      Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anorexia.
Intervensi:
1)      Kaji status nutrisi rasional untuk mengetahui status nutrisi klien.
2)      Mengkaji intake dan output makanan dengan mengetahui kebutuhan yang masuk.
3)      Anjurkan klien untuk makan sedikit demi sedikit tapi sering.
4)      Beri makanan yang disukai klien.
Kolaborasi:
5)      Konsul dengan ahli gizi untuk memberikan makanan yang mudah dicerna;.
3.      Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan muntah dan diare.
Intervensi:
1)      Kaji perubahan TTV.
2)      Kaji turgor kulit dan kelembaban membran mukosa.
3)      Monitor intake dan output cairan.
4)      Anjurkan klien untuk makan yang banyak.
5)      Beri klien makanan rendah serat.
Kolaborasi:
6)      Beri obat SOD, misal: Antipiretik, Antiemetik.
7)      Beri infus SOD untuk mempertahankan cairan dalam tubuh.
4.      Gangguan rasa nyaman; nyeri berhubungan dengan inflamasi/ infeksi usus.
Intervensi:
1)      Kaji peningkatan suhu tubuh klien.
2)      Beri kompres dingin.
3)      Anjurkan klien untuk memakai pakaian yang tipis.
4)      Anjurkan klien untuk minum banyak.
5)      Beri ventilasi udara.
Kolaborasi:
6)      Beri obat SOD.
5.      Intoleransi aktivitas berhubungan dengan tirah baring.
Intervensi:
1)      Kaji TTV.
2)      Beri lingkungan tenang dan periode istirahat tanpa terganggu.
3)      Ajarkan tehnik penghematan energi.
4)      Anjurkan klien untuk selalu melakukan gerakan pasif.
5)      Anjurkan klien untuk melakukan aktivitas ringan.
6.      Resiko tinggi terjadinya trauma berhubungan dengan mental delirium/ psikosis.
Intervensi:
1)      Jaga keamanan lingkungan klien.
2)      Libatkan keluarga untuk mencegah bahaya jatuh/ benturan pada klien dan memberi tahu perawat bila memerlukan bantuan.
3)      Observasi tingkat kesadaran dan TTV.
4)      Kolaborasi dengan dokter bila klien makin gelisah dan kesadaran menurun.

DAFTAR PUSTAKA.
 Carpenito, Linda Juall, et all. 2000. Diagnosa Keperawatan. Jakarta; Penerbit Buku Kedokteran, EGC.
Ovedaff, D. 1999. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I Edisi Ke-3. Jakarta: Media Aeculapius. FKUI.
Persatuan Ahli Penyakit Dalam Indonesia. 1996. Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 edisi  ke-3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI Jakarta.
Syaifuddin. 1994. Anatomi Fisiologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.